Minggu, 03 Juni 2012

Jawaban UTS UAS Pengantar Psikologi Pendidikan


1.     Jelaskan dengan singkat konsep psikologi pendidikan modern dan bandingkan dengan teori psikologi pendidikan islam
Jawaban :
1.1  Konsep Psikologi Pendidikan Modern
Psikologi Pendidikan Modern memandang Psikologi sebagai studi ilmiah tentang perilaku dan mental manusia. Asal kata psikologi  dari bahasa Yunani “psyche”  yang  berarti jiwa dan “logos” yg berarti Studi atau penelitian (Papalia & Olds, 1985, 4).
Secara umum Psikologi pendidikan modern  mendefinisikan psikologi pendidikan sebagai studi ilmiah tentang perilaku dan metal manusia yang terkait dengan proses belajar mengajar.
Dalam Psikololgi Pendidikan Modern yang menjadi objek Penelitian dan kajian Psikologi adalah: manusia , jiwa, prilaku.

1.2  Perbandingan antara Psikologi Pendidikan Modern dengan Psikologi Pendidikan Islam
Psikologi Pendidikan Islam memiliki perbedaan dengan psikologi pendidikan modern. Dalam  Psikologi Islam hal yang dipelajari adalah aspek segi jiwa (rohani) dan tingkah lakunya (Akhlak) manusia, didasarkan interpretasi terhadap Al-Qur’an, Hadits dan kehidupan manusia. Psikologi Islam  juga berpandangan bahwa akhlak manusia  baik dan buruknya berdasarkan aqidah dan spiritualnya, motivasi belajar dan kecerdasan manusia dipengaruhi oleh interaksinya terhadap lingkungannya, karena manusia lahir dalam kondisi suci yang siap diisi dengan informasi dan pengalaman apa saja.

2.     Apa itu teori Behaviorisme? Sebutkan tokoh-tokohnya dan Jelaskan tiga teori belajar (Konneksionisme dan gestalt) sebutkan kelebihan dan kelemahannya.
Jawaban :
2.1   Teori Behaviorisme
Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat da kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon). Secara garis besar dapat disimpulkan  Teori Behavioristik:
1.                    Mementingkan faktor lingkungan
2.                    Menekankan pada faktor bagian
3.                   Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif.
4.                    Sifatnya mekanis
5.                    Mementingkan masa lalu

2.2     Tokoh Behaviorisme
            Beberapa tokoh Aliran Behavirisme, antara lain:
           a. Edward Edward Lee Thorndike (1874-1949)
b. Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)                                                          c. B.F Skinner (1904-1990)

2.3. Teori Koneksionisme
Salah satu tokoh aliran behaviorisme adalah Edwars Lee Thorndike. Menurut Thorndike belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa yang disebut stimulus dan respon. Teori belajar ini disebut teori “connectionism”. Eksperimen yang dilakukan adalah dengan kucing yang dimasukkan pada sangkar tertutup yang apabila pintunya dapat dibuka secara otomatis bila knop di dalam sangkar disentuh. Percobaan tersebut menghasilkan teori Trial dan Error. Ciri-ciri belajar dengan Trial dan Error yaitu : adanya aktivitas, ada berbagai respon terhadap berbagai situasi, ada eliminasai terhadap berbagai respon yang salah, ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan.
Thorndike menemukan hukum-hukum.
1. Hukum kesiapan (Law of Readiness)
Jika suatu organisme didukung oleh kesiapan yang kuat untuk memperoleh stimulus maka pelaksanaan tingkah laku akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosaiasi cenderung diperkuat.
2. Hukum latihan
Semakin sering suatu tingkah laku dilatih atau digunakan maka asosiasi tersebut semakin kuat.
3. Hukum akibat
Hubungan stimulus dan respon cenderung diperkuat bila akibat menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibanya tidak memuaskan.

Kelebihan dari teori connectionism ini adalah apabila belajar dengan menggunakan syarat / ganjaran maka seseorang akan berlatih terus menerus dan seseorang akan bertindak jika ada rangsangan yang mempengaruhi dirinya.
Adapun kelemahan dari teori ini adalah memandang belajar hanya merupakan asosiasi belaka antara stimulus dan respon, sehingga yang dipentingkan dalam belajar adalah memperkuat asosiasi tersebut dengan latihan-latihan atau ulangan yang terus menerus.



2.4 Teori Gestalt
Teori belajar menurut psikologi Gestlat sering kali disebut insight full learning atau field teori. Perintis teori Gestalt ini ialah Chr. Von Ehrenfels, dengan karyanya “Uber Gestaltqualitation“ (1890). Aliran ini menekankan pentingnya keseluruhan yaitu sesuatu yang melebihi jumlah unsur-unsurnya dan timbul lebih dulu dari pada bagian-bagiannya. Menurut aliran Gestalt perkembangan  adalah proses diferensiasi, yang primer ialah keseluruhan , sedangkan bagian –bagiannya adalah sekunder; bagian-bagian hanya mempunyai arti sebagai bagian dari pada keseluruhan dalam hubungan fungsional dengan bagian-bagian yang lain ; keseluruhan ada terlebih dahulu baru disusul oleh bagian-bagiannya. Jiwa manusia menurut aliran ini, adalah suatu keseluruhan yang berstruktur atau merupakan suatu sistem, bukan hanya terdiri atas sejumlah bagian atau unsur yang satu sama lain terpisah, yang tidak mempunyai hubungan fungsional. Sebagai pribadi, manusia tidak secara langsung bereaksi terhadap suatu perangsang, dan tidak pula reaksinya itu dilakukan secara trial and error. Interaksi manusia terhadap dunia luar bergantung pada cara ia menerima stimulus dan bagaimana serta apa motif-motif yang ada padanya. Manusia adalah makhluk yang memiliki kebebasan. Ia bebas memilih bagaimana ia berinteraksi; stimulus mana yang diterimanya dan mana yang ditolaknya. Atas dasar itu, maka belajar dalam pandangan psikologi Gestalt, bukan sekedar proses asosiasi antara stimulus-respon yang kian lama kian kuat disebabkan adanya berbagai latihan dan ulangan-ulangan. Menurut aliran ini belajar itu terjadi bila ada pengertian (insight). Pengertian ini muncul jika seseorang, setelah beberapa saat, mencoba memahami suatu problem, tiba-tiba muncul adanya kejelasan, terlihat olehnya hubungan antara unsur-unsur yang satu dengan yang lain, kemudian dipahami sangkut-pautnya, untuk kemudian dimengerti maknanya.

Adapun Kelebihan dari teori psikologi Gestlat antara lain :
1.    Kebermakanaan. Teori ini menekankan pada kebermaknaan. Belajar dalam pandangan psikologi Gestlat, bukan sekedar proses asosiasi antara stimulus-respon yang kian lama kian kuat disebabkan adanya berbagai latihan dan ulangan-ulangan.
2.    Keunikan. Teori ini lebih melihat manusia sebagai seorang individu yang memiliki keunikan, dimana mereka harus berhubungan dengan lingkungan yang ada disekitar mereka.
3.    Kelebihan dari teori ini adalah memang benar adanya reaksi manusia terhadap dunia luar tergantung kepada bagaimana ia menerima stimulasi dan bagaimana serta motif-motif yang ada padanya.
Ada juga beberapa kekurangan teori ini yaitu :
1.    Karena menurut Gestalt sesuatu yang dipelajari dimulai dari keseluruhan, maka dikhawatirkan akan menimbulkan kesulitan dalam proses belajar, sebab beban yang harus ditanggung sangatlah banyak.
2.    Di dalam teori ini dikatakan manusia tidak secara langsung beraksi kepada suatu perangsang, dan tidak pula reaksinya itu dilakukan secara coba-coba dan gagal.

3.     Apa yg anda ketahui tentang teori kognitivisme dan teori belajar sosial? Jelaskan dengan menyebutkan aplikasinya dalam proses pembelajaran?
Jawaban :

3.1 Teori Kognitivisme dan Aplikasinya dalam proses pembelajaran
Menurut aliran kognitivisme, Kognitif adalah proses yang terjadi secara internal didalam pusat susunan saraf ketika manusia berfikir (Gagne, 1976;71)
Teori ini menekankan peranan struktur ingatan dan pengetahuan atau schemata terhadap proses penerimaan, pemrosesan, penyimpanan dan pemanggilan kembali informasi tadi.
Kognitivisme meyakini belajar adalah hasil usaha individu dlm memaknai pengalaman-pengalamannya yang terkait dengan dunia sekitarnya.

Teori ini banyak digunakan dalam dunia pendidikan dan pembelajaran, khususnya proses belajar di kelas.

Aplikasi teori belajar kognitif dalam pembelajaran antara lain :
·       Guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda konkret,
·       Keaktifan siswa sangat dipentingkan. Guru harus melakukan upaya untuk mengatur aktivitas di dalam kelas yang terdiri dari individu – individu ke dalam bentuk kelompok – kelompok kecil siswa daripada aktivitas dalam bentuk klasikal,
·       Guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana ke kompleks,
·       Guru menciptakan pembelajaran yang bermakna
·       Guru memperhatian perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.
·       Guru mengutamakan peran siswa untuk saling berinteraksi dan bertukar gagasan.

3.2 Teori Belajar Sosial dan Aplikasinya dalam proses pembelajaran
Teori Pembelajaran Sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku yang tradisional (behavioristik). Teori pembelajaran sosial ini dikembangkan oleh Albert Bandura (1986). Teori ini menerima sebagian besar dari prinsip – prinsip teori – teori belajar perilaku, tetapi memberikan lebih banyak penekanan pada kesan dan isyarat – isyarat perubahan perilaku, dan pada proses – proses mental internal. Jadi dalam teori pembelajaran sosial kita akan menggunakan penjelasan – penjelasan reinforcement eksternal dan penjelasan – penjelasan kognitif internal untuk memahami bagaimana belajar dari orang lain. Dalam pandangan belajar sosial “ manusia “ itu tidak didorong oleh kekuatan – kekuatan dari dalam dan juga tidak dipengaruhi oleh stimulus – stimulus lingkungan.
Teori belajar sosial menekankan bahwa lingkungan – lingkungan yang dihadapkan pada seseorang secara kebetulan ; lingkungan – lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh orang itu melalui perilakunya sendiri. Menurut Bandura, sebagaimana dikutip oleh (Kard,S,1997:14) bahwa “sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain”. Inti dari pembelajaran sosial adalah pemodelan (modelling), dan pemodelan ini merupakan salah satu langkah paling penting dalam pembelajaran terpadu.
Ada dua jenis pembelajaran melalui pengamatan ,Pertama. Pembelajaran melalui pengamatan dapat terjadi melalui kondisi yang dialami orang lain, Kedua, pembelajaran melalui pengamatan meniru perilaku model meskipun model itu tidak mendapatkan penguatan positif atau penguatan negatif saat mengamati itu sedang memperhatikan model itu mendemonstrasikan sesuatu yang ingin dipelajari oleh pengamat tersebut dan mengharapkan mendapat pujian atau penguatan apabila menguasai secara tuntas apa yang dipelajari itu. Model tidak harus diperagakan oleh seseorang secara langsung, tetapi kita dapat juga menggunakan seseorang pemeran atau visualisasi tiruan sebagai model (Nur, M,1998.a:4).
Bandura menjelaskan bahwa sebagian besar daripada tingkah laku manusia adalah diperoleh dari dalam diri, dan prinsip pembelajaran sudah cukup untuk menjelaskan bagaimana tingkah laku berkembang.

Kelebihan Teori Albert Bandura, antara lain : Teori Albert Bandura lebih lengkap dibandingkan teori belajar sebelumnya , karena menekankan bahwa lingkungan dan perilaku seseorang dihubungkan melalui system kognitif orang tersebut. Bandura memandang tingkah laku manusia bukan semata – mata reflex atas stimulus ( S-R bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul akibat interaksi antara lingkungan dengan kognitif manusia itu sendiri.
Selain itu pendekatan belajar social menekankan pentingnya penelitian empiris dalam mempelajari perkembangan anak – anak. Penelitian ini berfokus pada proses yang menjelaskan perkembangan anak – anak, faktor social dan kognitif.

Aplikasi teori belajar sosial antara lain :
-        Guru mengadakan kegiatan berkunjung ketokoh/ahli tertentu(Sbg model)
-  Gutu menggunakan metode Demonstrasi, melibatkan anak secara aktif praktik atau contoh langsung dari materi yang disampaikan.
-  Guru memberikan kesempatan anak untuk melakukan kegiatan bermain peran (Role playing)

4.     Jelaskan teori atribusi Albert Weiner dan sebutkan aplikasinya dalam proses pembelajaran, serta bandingkan dengan teori niat dalam islam
Jawaban :

4.1 Teori Atribusi Bernard Weiner dan Aplikasinya dalam proses pembelajaran.
Menurut Weiner (Weiner, 1980, 1992) atribusi adalah teori kontemporer yang paling berpengaruh dengan implikasi untuk motivasi akademik. Hal ini dapat diartikan bahwa teori ini mencakup modifikasi perilaku dalam arti bahwa ia menekankan gagasan bahwa peserta didik sangat termotivasi dengan hasil yang menyenangkan untuk dapat merasa baik tentang diri mereka sendiri.

Teori yang dikembangkan oleh Bernard Weiner ini merupakan gabungan dari dua bidang minat utama dalam teori psikologi yakni motivasi dan penelitian atribusi. Teori yang diawali dengan motivasi, seperti halnya teori belajar dikembangkan terutama dari pandangan stimulus-respons yang cukup popular dari pertengahan 1930-an sampai 1950-an.
Model Atribusi mengenai motivasi mempunyai beberapa komponen, yang terpenting adalah hubungan antara atribusi, perasaan dan tingkah laku. Menurut Weiner, urutan-urutan logis dari hubungan psikologi itu ialah bahwa perasaan merupakan hasil dari atribusi atau kognisi. Perasaan tidak menentukan kognisi, misalnya semula orang merasa bersyukur karena memperoleh hasil positif dan kemudian memutuskan bahwa keberhasilan itu berkat bantuan orang lain. Hal ini merupakan urutan yang tidak logis (Weiner, 1982 hal 204).

Menurut Weiner, faktor paling penting yang mempengaruhi atribusi ada empat faktor yakni antara lain :

1. Ability yakni kemampuan, adalah faktor internal dan relative stabil dimana peserta didik tidak banyak latihan kontrol langsung.

2. Task difficulty yakni kesulitan tugas dan stabil merupakan faktor eksternal yang sebagian besar di luar kontrol pembelajaran.

3. Effort yakni upaya, adalah faktor internal dan tidak stabil dimana peserta didik dapat latihan banyak kontrol.

4. Luck yakni factor eksternal dan tidak stabil dimana peserta didik latihan kontrol sangat kecil.

4.2  Aplikasi teori Atribusi dalam pembelajaran:
Secara teknis guru dalam menerapkan beberapa hal berikut :
·             Penyampaian tujuan KD dan SK (TIU dan TIK)
·             Demonstrasi pengetahuan dan keterampilan
·             Latihan, bimbingan dan penugasan
·             Umpan balik
·             Transfer knowledge
·             Kondisi kelas disusun untuk memperkuat kepercayaan bahwa keberhasilan belajar dapat dicapai dengan jalan usaha yang konstruktif dengan mengembangkan lingkungan proaktif yang positif.
·             Bagi guru selaku pendidik, agar membiasakan merancang pembelajaran yang mengandung pesan-pesan atribusi, sehinga dapat muncul atribusi yang positif dari peserta didik terhadap keberhasilan maupun kegagalan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya

4.3  Perbandingan Teori Atribusi dengan Teori Niat dalam Islam

Dalam teori atribusi  terdapat konsep "causal attribution" - proses penjelasan tentang penyebab suatu perilaku (motif). Dalam kehidupan sehari-hari, kita bedakan dua jenis penyebab, yaitu internal dan eksternal. Penyebab internal (internal causality) merupakan atribut yang melekat pada sifat dan kualitas pribadi atau personal, dan penyebab external (external causality) terdapat dalam lingkungan atau situasi. 

Motif dalam bahasa Arab disebut داع سبب داع صورة رسم sedangkan motivasi تعليل ايجاب مسبب داع , Sedangakan niat dalam bahasa Arab adalah نوي ينوي نية رجا يرجوا دفع . Miftah Faridl berpendapat bahwa niat bisa diartikan dengan motif , karena pengertian niat ada dua pengertian yaitu getaran batin untuk menentukan jenis perbuatan ibadah seperti sholat subuh , tahiyatul masjid dan lain-lain. Niat yang kedua dalam arti tujuan adalah maksud dari sesuatu perbuatan (motif).

Niat dalam pengertian motif mempunyai dua fungsi :
1. Menentukan nilai hukum (wajib, sunat , makruh dan haram) , yaitu untuk sesuatu amal yang tidak ditentukan secara tegas hukumnya dalam Al-Quran dan as-Sunah.
2. Menentukan kualitas pahala dari sesuatu perbuatan-perbuatan yang tertinggi ikhlas dan perbuatan terendah riya.

Ketika motivasi dikaitkan dengan niat dan niat dikaitkan dengan keikhlasan maka hal ini sangat sulit diukur, namun yang perlu digaris bawahi terlepas dari keikhlasan dan riya ketika motivasi itu dibahas dan dibicarakan maka ada persamaannya yaitu sama–sama sulit diklaim secara mutlak namun hanya bisa diprediksi kemungkinannya.

Menurut Asep Ridrid Karana kata niat jika disejajarkan lebih tinggi daripada motivasi karena motivasi seorang muslim harus timbul karena niat pada Allah. Pada prakteknya kata motivasi dan niat hampir sama–sama dipakai dengan arti yang sama, yaitu bisa kebutuhan (need), desakan (urge), keinginan (wish), dorongan (drive) atau kekuatan . Walaupun dalam bahasa Inggris intention diartikan niat dan motivation dengan motivasi namun dalam berbagai penelitianpun kata motivasi yang digunakan.






5.     Bagaimana mengajar menurut Teori Konstruktivisme dan bandingkan dengan pengalaman mengajar anda selama ini !
Jawaban :
5.1 Mengajar menurut Teori Konstruktisme
Konstruktivisme adalah pendekatan dalam psikologi yg berkeyakinan bahwa anak dapat membangun pemehaman dan pengetahuannya sendiri tentang dunia disekitarnya, atau dengan kata lain anak dapat membelajarkan dirinya sendiri melalui berbagai pengalamannya (Barlett &Jonasson 1991).

Menurut teori belajar konstruktivisme, pengertahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru.

Sehubungan dengan hal di atas, Tasker (1992: 30) mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivisme sebagai berikut. Pertama adalah peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. Kedua adalah pentingya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna. Ketiga adalah mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima.

Wheatley (1991: 12) mendukung pendapat di atas dengan mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori belajar konstrukltivisme. Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa. Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak.

Kedua pengertian di atas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan anak secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui lingkungannya.
Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam teori belajar konstruktivisme, Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran, yaitu (1) siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki, (2) pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti, (3) strategi siswa lebih bernilai, dan (4) siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya.

Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler (1996: 20) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut: (1) memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, (2) memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif, (3) memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru, (4) memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa, (5) mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka, dan (6) menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.

Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi.

5.2 Pengalaman mengajar

Dalam mengajar, alhamdulillah sudah menerapkan teori konstruktivisme. Karena di sekolah kami menggunakan pendekatan siswa belajar aktif, dimana siswa akan belajar lebih baik jika ia menemukan sendiri jawaban dari masalahnya. Selain itu, sekolah kami juga menekankan agar pembelajaran disampaikan dari yang kongkret terlebih dahulu, lalu ada proses koneksi baru akhirnya ke abstrak.

Wa Allahu ‘Alam bish Showab.

Jakarta, 24 Juli 2011

Sri Kartini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar